Kampoong Hening

Surrender : Berserah Diri

Kadang-kadang manusia merasa kekuatan di muka bumi hanyalah kekuatannya.
Maka dipelajarinya segala hal dan merasa harus tahu segala hal.
Manusia merasa harus bisa mengendalikan semuanya, dan berkat teknologi manusia merasa semua memang bisa dikendalikan.

Kini kita bisa lihat bahwa hanya dengan mengandalkan kekuatan kita, banyak sakit yang muncul akibat stress tak lagi bisa terkendali.
Teknologi memunculkan pula berbagai gangguan kesehatan.
Dan ternyata kita tak bisa mengendalikan semua, tak pula mampu mengetahui semuanya.

Nabi Ibrahim AS tak tahu apa yang akan terjadi dengan lembah tempat ia meninggalkan istri dan bayinya. Didoakannya lembah gersang kosong dan terik tak berpenghuni itu agar suatu hari menjadi tempat yang sejahtera dan mensejahterakan.
Nabi Ibrahim tak merasa harus tahu dan merasa nyaman dengan hanya bersyukur tanpa harus tahu.

Terbukti kini Mekkah menjadi kota yang ramai dan dikunjungi jutaan orang setiap tahun
Seorang nabi akhir zaman pun lahir disana
Milyaran manusia pun mengarahkan muka, pikiran dan jiwa ke tempat ini setidaknya lima kali sehari, setiap hari.
Inilah tempat yang tadinya kosong dan gersang
Ibrahim tak merasa perlu tahu, ia cukup bersyukur tanpa perlu tahu

Suatu hari ia diperintahkan menyembelih anaknya
Ia tak tahu apakah Allah benar-benar akan membuatnya kehilangan anak yang telah dirindu bertahun-tahun, atau ini hanya ujian sementara
Ia tak tahu dan tak merasa perlu tahu
Ismail pun taat dan sabar tanpa perlu bertanya untuk apa
Kalau sudah perintah, mereka berdya tak merasa perlu tahu
Tak merasa perlu mengendalikan
Tak merasa perlu bertanya pula pada Allah
Apalagi protes, tidak pada tempatnya
Maka keduanya bersyukur bisa taat menjalankan tugas
Dan Ternyata Allah ganti dengan sembelihan hewan
Dan Ismail tetap hidup menemani Ayahnya

Sama seperti Ayub yang sakit 18 tahun
Tanpa tahu kapan ia bisa sembuh
Tak pula berdoa minta kesembuhan
Kesembuhan pun tiba hanya dalam sekejap
Seperti sakit yang datang dalam sekejap

Sama seperti Nuh yang membuat perahu di atas gunung
Tanpa tahu untuk apa dan kenapa, hanya taat menjalani tugas
Dicaci maki, dibilang bodoh dan dihina, dikucilkan masyarakat
Siapa yang tidak dianggap bodoh membuat perahu di atas gunung
Dan tiba-tiba air bah datang, hanya perahunya yang bisa selamat.

Itulah buah manis berserah diri
Taat sepenuhnya pada Sang maha Kuasa
Mekkah, Madinah adalah saksi kehebatan manusia-manusia yang mampu berserah diri total
Atas dasar cinta kita pada Sang Pemberi Hidup
Sumber: MirajUmrah.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top